Rabu, 22 Maret 2017

          makanan - makanan yang ada di moro 

Kuliner yang ada dikecamatan moro berikut ini cukup menarik perhatian dan menggugah selera, diantaranya adalah :

Laksa (Lakse dalam logat melayu)
Laksa adalah makanan berbentuk mie yang terbuat dari sagu dan merupakan makanan dari gabungan kebudayaan melayu dan tionghoa yang bertekstur kenyal, bening dan berdiameter lebih tebal daripada mie. Makanan khas melayu ini biasanya disajikan dalam bentuk kuah dan goreng. Meskipun terlihat sederhana, namun laksa memiliki rasa yang enak, gurih dan mantap. Tak jarang masyarakat melayu di Kepulauan Riau memilih laksa menjadi menu sarapan dan berbuka puasa mereka.
Lakse melayu
Otak-otak
Otak-otak merupakan daging ikan yang berbumbu. Otak-otak berasal dari isi (daging) ikan (biasanya ikan tenggiri) yang diaduk dengan campuran rempah termasuk cabai, bawang putih, bawang merah, kunyit, serai dan santan. Campuran ini kemudian dibungkus dalam daun kelapa lalu dibakar atau dikukus. Otak-otak dapat dimakan sebagai makanan ringan, juga dapat menjadi lauk untuk dimakan bersama nasi. Kecamatan Moro merupakan daerah yang banyak membuat dan menjual otak-otak di Kepulauan Riau.
Otak-otak yang telah dibungkus daun kelapa dan dibakar
Lendot atau sempolet
Lendot/sempolet merupakan makanan khas melayu yang berkuah kental, memilki rasa yang gurih dan sedikit pedas. Lendot dibuat dari tepung sagu, bumbu dan kangkung kemudian diberi tambahan lain seperti siput, udang, cumi atau seafood lainnya. Biasanya lendot dimakan dalam keadaan panas/hangat, karena kuah lendot akan mengental jika telah mendingin.
Lendot/sempolet (tengah)
Siput Gonggong
Masyarakat di pulau Bangka, Bintan dan Batam menyebut kata gonggong untuk menamai siput laut. Siput ini jarang ditemukan kecuali disekitar perairan Tanjung Pinang dan Batam. Siput ini merupakan jenis seafood yang rendah lemak dan kaya akan protein. Meski hanya direbus, rasa siput ini sangat enak, kenyal dan alami sehingga cocok dimakan dengan sambal dan dijadikan lauk.
Siput Gonggong
Laksmana Mengamuk
Es laksmana mengamuk merupakan minuman asli Riau. Akan tetapi laksmana mengamuk juga merupakan minuman yang populer dan khas di provinsi Kepulauan Riau lantaran provinsi ini merupakan pemekaran dari Provinsi Riau. Meskipun namanya terdegar mengerikan, minuman yang berasal dari santan dan kwini ini sangat menyegarkan. Harumnya kwini dalam sajian ini terasa sangat menggoda. Es laksmana mengamuk cocok diminum di sela-sela aktivitas dan menjadi menu minuman yang pas untuk berbuka puasa.
Es Laksmana Mengamuk
Itulah beberapa kuliner khas kepulauan Riau. Bentuknya yang unik dan rasanya yang berbeda merupakan ciri tersendiri dari kuliner khas tanah melayu ini. Maka jika anda berkunjung atau berwisata ke provinsi Kepulauan Riau, menu kuliner diatas merupakan menu wajib yang harus anda coba.

Kue Bangkit

Kue ini terbuat dari tepung beras, bentuknya sangat padat. Biasanya kalau sedang lapar berat kue ini mampu mengganjal perut kita yang kosong melompong…


Kerupuk Ikan Atom

Kerupuk ikan ini bentuknya bulat-bulat dan sangat cocok sebagai cemilan. Bisa juga dimakan sebagai teman nasi. Pokoknya fungsional-lah…sebagai teman nonton tv ok, teman untuk makan nasi juga mantap.



 . Ikan Asam Pedas
Dengan aroma yang khas, kuah kental yang berwarna merah dari makanan ini amat menggugah selera. Rasa pedasnya datang dari perpaduan antara lada putih, cabai, serta jahe yang menjadi satu saat menyentuh lidah.


     . Sup Ikan
    Sup ikan yang terkenal di kota ini adalah sup ikan yang terbuat dari daging tenggiri. Selain memiliki kandungan putih telur di dalamnya, campuran lainnya adalah belimbing serta tomat hihijau yang membuat rasa sup ini semakin segar



    sumber:
                      http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/10/jajanan-unik-khas-kepulauan-riau.htmll
    jam : 15 : 11
    tanggal : 22 - maret - 2017 
    hari : rabu





    Kamis, 09 Maret 2017

    sejarah kecamatan moro

              SEJARAH KECAMATAN MORO


    ASAL USUL NAMA MORO 
    Kecamatan moro yang di kenal sekarang ini pada awal nya merupakan sebuah kecamatan sebagai bagian dari wilayah kabupatem karimun kepulauan riau.saat ini kabupatun kepulauan riau terdiri dari 18 kecamatan. Namun demikian , sejak tanggal 12 oktober 1999 masuk bagian wilayah kabupaten karimun. Kecamatan moro yang memiliki pusat kegiatan di moro mencukup kelurahan dan delapan desa,menurut cerita pada awal nya letak kantor camat tidak lah seperti sekarang ini, karena kantor yang ada dikecamatan moro sudah mengalami 3 kali pemindahan lokasi,hal ini di lakukan karena seiring dengan situasi pada masa lalu yang berhubungan dengan mas akekuasaan kerajaan Riau-lingga yang berkedudukan di pulau penyengat. Untuk melihat asal-usul kecamatan moro tidak terlepas dan mas akekuasaan kerajaan sebagai mana tersebut di atas,karena wilayah kecamatan ini adalah bagian dan wilayah nya. Sebelum  mengenal moro,yang di jadi kan pemukiman pertama sekali adalah daerah sulit. Daerah sulit sekarang termasuk desa keban,berbatasan dengan pulau sugi atas. Di katakan daerah sulit karena untuk sampai ke daerah itu biasa nya selalu berhadapan dengan gelombang yang besar dan banyak batu yang terdampar,sehingga apabila musim angin utara banyak pelayaran yang melalui jalur ini sering mengalami kecelakaan laut. Masuk daerah sulit juga tidak mudah karena banyak pulau-pulau yang ada di sekitar nya,sehingga kalau tidak hati-hati atau hapal dengan lokasi daerah ini akan tersesat. Daerah sulit ini lah yang di jadi kan perkampungan dan lahan pertanian oleh keluarga raja pada masa lalu. Setelah daerah sulit berkembang kemudian di bangun lah beberapa kantor seperti kantor camat dan kantor polisi. Sedang kan yang menjadi amir pertama kali adalah raja husin. Beliau adalah anak raja ja’far yang di pertuan muda yang berkedudukan di pulau penyengat.

     PENINGGALAN SEJARAH                           MORO 
    1.   

    b     1 . BUKIT PUAKE SEGAYUNG 

    a     bukit puake segayung pada  masa lalu di anggap tempat perkampungan raja-raja yang merupakan keturunan raja ja’far. Semula bukit ini di anggap angker dan tak ada yang berani mengganggu puake (penunggu) bukit yang berwujud ular besar. Di bukit ini juga tumbuh pohon kamboja yang telah berumur lebih 100 tahun,guna menghindar kan ketakutan penduduk,pihak kerajaan di pulau penyengat,memindah kan puake ke batu berlobang. Bukit puake segayung pada saat ini telah berubah menjadi perkampungan penduduk. Sebagai bukti daerah ini punya latar belakang sejarah,di bukit ini terdapat makam pembesar-pembesar kerajaan yang memerintah di moro.
    2  
            2. GEREJA KATHOLIK

    Gereja ini merupakan gereja katholik tertua di kabupaten karimun,bahkan di kepulauan riau sebelum pemekaran. Gereja ini di resmikan pendiri nya pada tanggal 3 desember 1928. Pembangunan gereja ini di maksudkan agar umat katholik dapat melaksanakan misa secara bersama,di samping itu mengingat umat katholik pada waktu itu lebih  banyak di moro. Setahun setelah di bangun,berdirilah sekolah katholik di samping gereja tersebut.
    3
             3.BUKIT JEPUN

    Bukit jepun merupakan sebuah daerah perbukitan,karena bala tentara jepang yang membuka daerah ini,maka di sebut bukit jepun,pada masa pendudukan jepang,perbukitan ini di jadikan benteng pertahanan tentara jepang,setelah jepang menyerah pada sekutu tahun 1945,kemudian orang-orang tionghoa membangun kelenten di sini.

             

                             kesenian tari

     https://pulaumoro.files.wordpress.com/2012/06/mencicipi-sirih2.jpg


    seni tari 
    seperti halnya seni musik,seni tari juga cukup dominan mewarnai kehidupan masyarakat. 
    pada acara acara tertentu misalnya menyambut tamu yg datang,upacara tradisional dan pesta perkawinan sering menampilkan tarian tarian khas melayu. seni tari melayu ada bermacam macam bentuk hal ini di sesuaikan dengan gerakan dasar yg terdapat pada tarian tersebut .disamping itu juga bisa di bedakan dari kelincahan gerak pada penari ketika memainkan dengan cara berjoget.sementara itu dari rentak tarian dan kelincahan gerak,biasa dilihat gerakan gerakan yg energik dan lemah gemulai. gerakan yg energik terdapat pada tarian zapin. 
            selain itu bentuk dan sifat gerakan tarian- tarian melayu di daerah karimun juga dapat dibedakan dari jenis jenis tarian yg bersifat tradisionalini saecara umum dapat di klasifikasikan sebagai berikut: 
    1. joget
    2. zapin 
    3.inang 
    4.langgam 
    5. silat 
    6. tandak
    7. jogi  
          dari berbagai bentuk sifat dan jenis tari yg ada,para seniman tari telah menciptakan berbagai tarian tradisional,nama nama tarian khas melayu ini antara lain ;
    1. merawai 
    2. menjungjung duli 
    3.persembahan
    4.inai 
    5.melemang 
    6.lukah 
    7. ambung 
    8. laba laba 
    9. tembong 
    10.tali      

                       letak kecamatan moro 

    Hasil gambar untuk sejarah kecamatan moro


    Seperti kebanyakan kecamatan di kepualuan Riau, Moro adalah kecamatan yang berbentuk pulau. Kecamatan yang terletak pada koordinat 00°-45°-12°LU, 103°-42°-21° BT dengan ibukota Moro ini terdiri dari enam desa satu kelurahan. Keluarahan Moro, Desa Jang, Sugie, Pauh, Keban, Tanjung Pelanduk dan Selat Mie. Secara umum suku yang ada di Kecamatan yang mempunyai luas wilayah 275.800 Ha dengan wilayah Daratan 653 Km2 dan lautan 1.915 Km2 ini adalah suku Melayu. Tapi banyak juga terdapat suku-suku lainnya yang merupakan kaum pendatang mulai dari Flores, Sunda,
    Jawa, Tionghoa, Batak, Palembang dan lain-lain. Ciri-ciri suku asli melayu Moro misalnya kulitnya hitam, suaranya kencang, agak tempramen sering berbual dan lain-lain. Mata pencaharian mayoritas adalah nelayan namun setelah BBM semakin mahal, banyak yang banting setir seperti dengan menjadi petani rumput laut. Usaha rumput laut ini cukup menggiurkan. Satu kilo kering bisa sampai lima ribu rupiah. Sedangkan sekali panen biasanya satu petani sampai mencapai berton-ton. Pemasannya pun tidak sulit. Tempat penampungan ada tersedia di sini, yang oleh penampung kemudian dibawa kemana-mana mulai ke jakarta sampai ke singapura. Masa penanaman sampai panen biasanya sampai empat puluh hari. Ini cukup mendatangkan keuntungan dibanding dengan pergi ke laut mencari ikan yang semakin sulit. Bukan hanya karena semakin mahal BBM tapi juga tangkapan yang kian sedikit. Hal ini akibat nelayan nakal yang menggunakan pukat harimau. Bukan hanya ikan besar yang tertangkap tapi yang paling kecil pun ikut terjaring.
    Usaha rumput laut ini hanya di tempat-tempat tertentu. Dimana tempat yang berpasir dan airnya jernih. Rumput laut hanya bisa hidup di tempat seperti ini. Bahkan ada satu dusun di Kecamatan Moro, Dusun Pulau Jaga desa Sugie adalah salah satu pulau penghasil rumput laut terbesar di Kepulauan Riau.
    Mata pencaharian di kecamatan yang berpenduduk 17.309 ini yang lainnya seperti penarik becak, pompong tambang. Bentuk becak yang digunakan adalah sepeda ontel yang dirakit dengan tempat duduk di sampingnya. Ongkos yang diminta berkisar lima ribu. Ada juga pompong tambang (angkutan laut) dengan ongkos mulai dari dua ribu sampai lima belas ribu rupaih tergantung jauh dekatnya pulau yang dituju. Tapi kalau sudah sewa harganya jadi berbeda, bisa mencapai tiga ratus ribu rupiah.
    Bagi toke-toke Tionghoa yang memiliki banyak uang biasanya membikin ”hotel burung” atau penangkaran burung walet. Usaha ini sesuai dengan modalnya juga menghasilkan pendapatan yang meneteskan air liur. Hasil dari mengumpulkan air liur walet ini bisa dijual hingga tiga belas juta rupiah per kilo.
    Hotel burung ini terdiri dari gedung tinggi layaknya hotel. Bahkan banyak pendatang yang dari luar provinsi menyangka gedung-gedung tinggi sarang burung walet ini adalah hotel-hotel modern. Tak kurang seorang fotografer nasional kawakan terkecoh. Dalam sebuah ulasannya di majalah Intisari, menyebut sarang burung walet ini sebagai bangunan hotel modern, karena ia membuat fotonya dari kejauhan, sepertinya dari kapal feri. Sehingga tidak sempat mengkonfirmasi ke masyarakat setempat. Jendelanya memang terkadang ada yang didesain layaknya jendela-jendala besar. Diberi hiasan kusen. Layaknya jendela biasa. Tapi ditengahnya bukan kaca, tapi tembok. ’Jendela’ sebenarnya adalah terdiri dari lobang-lobang seukuran tubuh ”sang tamu”, bulat, tak lebih dari 5 diameter. Di dalamnya diperdengarkan lagu-lagu berirama burung walet, tentunya, sebagai penarik minat calon ’sang tamu’. Besarnya pendapatan dari penangkaran burung walet ini merupakan salah satu sumber PAD yang cukup besar bagi kabupaten. Sehingga semakin menjamurlah usaha ini. Padahal bukan tak ada yang protes dengan keberadaan hotel hewan unggas ini. Selain suara lagu yang diperdengarkan yang cukup mengganggu tidur-tidur malam warga juga kotoran burung sangat mengganggu kebersihan lingkungan.
    Warga dari suku Tionghoa menempati ruko-ruko di pusat kota. Yang sangat boleh jadi dulunya adalah milik orang-orang melayu yang kemudian dijual kepadaa Tionghoa. Ini bisa dipastikan dari masih adanya sebuah masjid yang berangka tahun 1910, hampir satu abad dan satu dua rumah di sampingnya milik warga Melayu. Hanya lahan tempat ibadah bagi muslim inilah yang tidak bisa dijual. Selain memiliki ruko juga memiliki rumah di kampung lain di daerah Moro.
    Seperti kebanyakan warga Tionghoa dimana-mana di bumi indoensia ini, Warga Tionghoa ini adalah kelompok sosial ekonomi paling tinggi di Moro. Merekalah pemegang utama kendali ekonomi di sini. Mulai dari kedai kopi, jasa angkutan, perdagangan sampai pengolahan hasil tangkapan laut. Agama tradisi China Kong Hu Chu masih dianut oleh penduduk Tionghoa di sini. Wihara-wihara yang dibangun cukup megah dengan penginapan-penginapan yang sering dikunjungi oleh penganut dari Singapura. Mereka sengaja menyewa Feri dari sana lengkap dengan biksu-biksunya. Menurut mereka di sini masih tenang untuk sembahyang, dibanding dengan Singapura yang padat dan bising.
    Sementara praktik penggalian pasir dulu sebelum dilarang ekspor adalah usaha primadona yang banyak menghasilkan uang. Mulai dari tenaga kerjanya sampai yang punya perusahaan. Yang tersisa saat ini adalah bekas lahan penggalian pasir yang berupa bukit-bukit pasir dan genangan kolam. Serta pulau yang terbelah dua karena terus dikeruk pasirnya, yang menyisakan sekngketa di Kejaksaan Negeri perihal siapa yang bertanggungjawab setelah kerusakan sehabis pesta berlangsung. Dan semua merasa tak ada yang bersalah. Karena semua merasa menikmati pesta ini.
    Tradisi minum di kedai kopi adalah ciri kebanyakan palau-pulau di Kepri. Tak terkecuali di kecamatan yang memilki penduduk 17.309 orang ini. Mulai dari pagi sampai sore. Setelah atau sebelum menjalani kesibukan sehari-hari biasanya warga duduk-duduk di kedai dengan ditemani teh atau kopi ’O’ (teh atau kopi panas), teh atau kopi obeng (teh atau kopi dingin). Berbual apa saja. Di sinilah tempat membahas segala persoalan. Mulai dari debat kusir, tukar pendapat dan informasi sampai transaksi dan membuat perjanjian-perjanjian. Saking serunya bahkan ada yang sampai baku hantam karena terlalu kencang tarik urat leher. Minuman ini yang berkisar dua ribu sampai empat ribu rupiah. Untuk menambah betah para pelanggan biasanya disediakan televisi ukuran besar bahkan layar lebar dengan menggunkan in focus.
    Ada banyak penginapan. Mulai dari harga lima belas ribu sampai seratus ribu rupiah. Untuk yang sedang, bisa di penginapan Nostalgia. Lima puluh ribu per malam. Kalau ada rencana cukup lama menginap bisa dengan tarif bulanan. Tiga ratus ribu per bulan.
    Ada satu minimarket yang terbilang lengkap namun jangan kaget harganya cukup tinggi bila dibanding dengan tempat lainnya.
    Transportasi di seputar Kecamatan Moro beragam mulai dari becak sepeda, ojek sampai pompong seperti terlihat di Kelurahan Moro. Sementara transportasi ke desa lain yang biasa rutin namun tergantung banyak tidaknya penumpang seperti ke Desa Sugie, Jang, Tanjung Pelanduk (Pelabuhan Dusun Pasir Tudak), Pauh. Sedangkan transportasi ke Desa Keban, Selat Mie, Tanjung Pelanduk relatif terbatas. Tidak rutin dan harus sewa dengan menggunakan boot dengan ongkos sewa sekitar empat ratus ribu rupiah.
    Sedangkan transportasi ke luar seperti ke Tanjung Balai, Tanjung Batu, Tanjung Pinang dan Batam menggunakan transporatsi laut yang beroperasi rutin tiap hari pergi – pulang dengan ongkos berkisar enam puluh ribu rupiah sampai sembilan puluh lima ribu rupiah.
    Transportasi air laut seperti MV Buru Indah Tanjung Balai Karimun – Moro, MV Batam Jaya Moro – Batam, MV Gembira Tanjung Batu-Moro-Tanjung Pinang, KM Sinar Moro tujuan Moro – Tanjung Batu, Boot Kuda Laut tujuan Tembilahan – Moro – Batam, Zone 2000 tujuan Moro – Tanjung Balai Karimun.
    Instansi Pemerintahan Kecamatan dengan Camat Nusirwan, S.Sos, Sekretaris Kecamatan Muhd. Fidias, SE, Kasi PMD Desnarti. TNI AL (KAMLA) Suyoto, Koramil KPT. CHB EFORI, Kapolsek Burhanuddin, Kejaksaan Rusli Putra Aji, SH, Kantor Urusan Agama (KUA) Drs. Rindul Afkar, Kantor Pos M. Malik, Kehutanan Jalil, Peternakan Iwan, Perusahaan Listrik Negara (PLN) Harra Indra, Perusahaan Air Minum (PAM) R. Rahman Effendi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Eko. B.
    Sarana Ibadah Masjid ada 36 buah, Gereja ada 3 buah, Vihara ada 4 buah. Sarana kesehatan Puskesmas ada 1 buah, Pos Pembantu ada 10 buah
    Aparat kemanan TNI AD (Koramil) ada 5 personil, TNI AL (Koramil) ada 4 personil, POLSEK ada 20 personil AIRUD ada 8 personil. HOTEL / WISMA ada tiga Wisma Fajar Moro, Penginapan 868, Penginapan Nostalgia.
    Bank yang ada Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dulu ada BRI tapi tutup.
    Industri maritim seperti PT Pulau Mas Moro Mulia, bergerak dibidang pengolahan hasil laut jenis tepung ikan Surimi, sotong beku, berlokasi di Kampung Gelegur Kelurahan Moro
    Di Kelurahan Moro ada tujuh kampung. Kampung Pulau Moro, Sidomoro, Sidodadi, Kampung Bedan, Kampung Tengah Barat, Kampueng Barat Timur, Kampung Benteng. DI sini fasilitas cukup lengkap mulai dari puskesmas, pertokoan, pasar, pelabuhan dll. Di sinilah pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
    Untuk ke desa Jang diperlukan biaya tambang dua ribu rupiah dengan jarak tempuh lebih kurang tujuh ratus meter lewat angkutan laut yang setaiap jam ada samapai jam lima sore. DI desa yang berpenduduk 1.804 jiwa ini kondisi alam, kehidupan sosial ekonominya tidak jauh berbeda dengan kelurahan Moro. Dipimpin oleh seorang kepala desa atau sering disebut penduduk setempat dengan penghulu. Desa Jang terdiri tiga dusun. Jang Luar sebagai pusat desa yang satu tanah dengan Dusun Jang Dalam kemudian Dusun Kericik yang berada di pulau terpisah kira-kira lima ratus meter dari pusat desa.
    Sedangkan Desa Sugie adalah desa yang terletak kira-kira setengah jam dari Moro dengan feri. Dengan biaya tambang sepuluh ribu rupiah. Feri ke Batam biasany singgah dulu ke Sugie setuap hari. Tapi ada juga pompong tambang dari Sugie ke Moro biayanya delapan ribu. Berangkat pagi dari Sugie pulang jam sebelas. Ada empat dusun : Sugie, Pulau Jaga, Semukul dan Mentangon. Mayoritas nelayan dan petani rumput laut.
    Dulu Cuma dikenal dengan Pulau Sugie. Cikal bakal desa Sugie ini sudah sejak zaman kerajaan. Yaitu ada perkampungan yang bernama Kampung Sulit, di Desa Keban Sekarang. Bahkan dulu Moro, yang menjadi pusat pemerintahan sekarang, dulu menginduk ke Sulit. Ketika zaman Belanda, kemudian dipindahkan ke Moro karena lokasi Sulit yang agak jauh menyulitkan masyarakat untuk membayar pajak kepada pemerintah Belanda. Padahal kalau terlambat bayar, tanahnya dirampas. Sehingga kemudin dikenallah dengan Moro Sulit. Padahal dulunya Moro itu dulu bagian dari kerajaan Sulit dan bagian dari Pulau Sugi atau dikenal dengan Pulau Sugie Bawah.
    Demikian juga dengan pusat kegiatan masyarakat di Pulau Sugi yang semula ada di Sulit juga bergeser ke Kampung Pemburu yang kini dikenal dengan desa Sugie, karena menjadi pusat kegiatan dan pemerinatahan. Ada Sungai yang ada di Sugie yang dikenal dengan Sungai Pemburu yang saat ini dangkal menurut kisah dulunya karena sumpah dari Raja Serapung (Dikatakan sebagai salah satu Raja di Sumatera). Raja Serapung in datang ke Kampung Sulit untuk mengadu ayam dengan ayam milik Raja Sulit. Ia bersumpah kalau ayam jagonya kalah maka Sungai Pemburu akan dangkal selamanya. Ternyata ayam Serapung memang kalah sehingga Sungai Pemburu jadi dangkal sampai sekarang (Sebenarnya sih karena erosi).
    Di lain kisah diceritakan ada salah seorang penduduk kerajaan Sulit yang biasa mencari ikan di perairan kerajaan Serapung. Ada panglima Serapung yang setiap hari memalak penduduk tersebut, hasil tangakapannya selalu diambil panglima. Penduduk Sulit tersebut yang merasa tidak terima, meminta pengertian Panglima agar hasil tangkapannya tidak diambil karena dia juga butuh makan sedang dia seorang yang miskin dan tua. Tersinggung dengan bantahan si orang tua, Panglima mengajak duel si orang tua. Si orang tua pun jadi ketar ketir. Dia merasa menyesal telah membantah tindakan Sang Panglima. Namun Sang Panglima tidak mau menarik tantangannya. Dengan terpaksa, si orang tua melayani juga tantangan tersebut. Ditentukanlah hari dan tempat duel. Banyak yang datang ingin menyaksikan seorang yang telah berani membantah panglima yang terkenal perkasa dan kejam. Bahkan raja nya pun merasa tidak berdaya di hadapan Panglima ini. Masyarkat sebenarnya banyak yang tidak setuju dengan tindakan-tindakan Panglima yang tidak berprikemanusuiaan itu. Ada satu kebiasaan panglima yang memuakkan, yaitu setiap ada seorang gadis yang menikah dengan seorang laki-laki. Maka sebelum si suami menggauli istrinya Panglima dulu yang menidurinya.
    Alhasil, duel pun terjadi. Panglima diiringi pengawalnya dengan perlatan lengkap datang ke arena pertarungan. Sedang si orang tua, hanya diikuti istrinya yang juga sudah tua, menangis tersedu-sedu karena sebentar lagi ia akan terpisah dari suaminya yang begitu disayanginya itu.
    Si orang tua dipersilahkan memilih senjata tanding. Pedang dan tombak yang mengkilat ditawarkan raja. Tapi Si Orang tua hanya melilih satu pedang yang sudah usang, kusam dan berkarat. Ketika dipersilahkan untuk memilih yang bagus, si orang tua berkeras memilih tombak usang tersebut. ”Sesuai dengan saya baginda, tua dan tak berguna,” alasannya pada sang raja.
    Berhadapa-hadapanlah kedua petanding yang tak seimbang ini. Panglima mempersilahkan kepada si orang tua untuk menunjukkan kebolehannya. Tapi si orang tua yang tak bisa apa-apa, mempersilahkan panglima untuk memperlihatkan kebolehannya. Sang Panglima beraksi dia meloncat dengan ringan setinggi pohon kelapa lalu mendarat ke bumi bagai burung. Semakin ketar ketirlah si Orang tua. Tapi pertandingan harus dilaksanakan. ”Sekarang silahkan oranhg tua menikam saya duluan..” Pinta Panglima. Si Orang tua pun memberanikan diri. Dengan sekuat tenaga di dorongnya pedang usang dan berkarat di tangannya mengarah tepat ke dada Panglima. Dan ”Crasss...” pedang tepat menancap di dada panglima hingga tembus sampai ke punggung. Darah bercucuran Panglima pun tewas di tangan si orang tua tak berdaya dengan pedang usang dan berkarat. Ternyata pedang yang dipakai oleh si Orang tua begitu pusakanya sehingga walau usang mampu menembus kulit Panglima yang seharusnya sekokoh tembok besi.
    Desa Tanjung Pelanduk, desa terujung di Kecamatan Moro. Tak ada feri rutin. Kalau mau ke Moro harus ke Keban dulu. Pakai boat sendiri. Baru naik feri. Masyarakat Tanjung Pelanduk sering mengeluh, lebih baik masuk Batam aja dari pada Moro. Lebih dekat ke Batam, transportasinya lancar. Setiap hari ada.
    Di sini ada sebuah kedai manisan, mandam (sewa pakaian dan perias pengantin). Kedai Mak Aji Sur, namanya. Di depan kedainya ada daftar harga jasa foto dengan harga-harganya :
    Pesta : 5.000
    KTP : 20.000
    Warna : 20.000
    Plos Aaf : 20.000
    Plos Aaf maksudnya close up. Demikianlah, kadang-kadang masyarakat begitu polos. Tapi sebenarnya mereka cerdas. Dan ini bawaan tidak dipelajari di bangku kuliah manapun. Tapi belajar dari kehidupan. Mereka tidak menunggu kursus bahasa Inggris dulu, belajar bahasa inggris sampai 10 semester untuk membuka usaha fotografer. Maka untuk menyebut pasfoto cukup dengan menyebut Plos Aaf dan uang pun mengalir. Yang boleh jadi tidak bisa dilakukan seorang yang sarjana seperti si Fulan atau si Allan.
    Mak Aji Sur boleh jadi orang terpandang dan cukup berada di Desa Tanjung Pelanduk. Keluarganya banyak di Singapura. Ulang alik ke Singapura adalah kerjanya. Selain bisnis juga silaturrahmi keluarga. Mak Aji punya ibu yang sudah tua dan pikun. Mak Aji pengantin baru. Suami pertamanya meninggal. Nikah lagi dengan duda berasal dari Batam. Pak Zainal namanya. Pak Zainal ikut ke Tanjung Pelanduk. Ikut terlibat membantu bisnis istri barunya. Sekarang ia dipercaya sebagai RW di sana.Desa Keban juga termasuk desa yang berbatasan dengan Batam. Bahkan salah satu pulaunya, berpotensi jadi konflik. Sepertinya dipecah jadi delapan desa menjdi ide yang menarik. Di tiap Pulau ada 100 KK bahkan lebih. Sudah layak jadi desa. Tapi ya itu tadi menyangkut sdm juga, sepertinya. Untuk ke Keban ada feri rutin dengan biaya tambang lima belas ribu. Jadualnya senin, selasa, kamis, Ahad. Berangkat dari Keban jam tujuh. Berangkat dari Moro ke Keban Jam dua belas. Pas orang azan. Saya pernah ketinggalan karena sholat dulu padaPulau Badas diklaim Batam sebagai bagian dari wilayahnya. Padahal sudah jelas di peta. P Badas adalah bagian dari Keban Moro. Memang kemudian Batam mengakui, tapi ini melalui perdebatan panjang di tingakt provinsi. Di Keban ada delapan kampung yang semuanya dipisahkan dengan pulau. Bisa dibayangkan, susahnya mengurus delapan pulau dalam satu desa. Sering tidak nyambung karena kurang silaturrahmi akhirnya banyak komunikasi yang menjadi salah paham. Yang hal tas sudah di dalam feri. Jadi kejar-kejaran
       


     SUMBER  INFORMASI  :      NAMA : A  MANAN JA'AFAR
                            ALAMAT : KP PAYA LEBAR 
                                  JAM : 14 : 30
                          TANGGAL : 05 MARET
                             RT / RW :  02 /02
                      KECAMATAN : MORO
                      KABUPATEN : KARIMUN 

     ALAMAT WAWANCARA : DI RUMAH PAK A MANAN JA'AFAR 


                                                 






             

                                                                                   

    Senin, 06 Maret 2017

                             SEJARAH KECAMATAN MORO 

    asal usul nama moro


    Asal usul nama moro
    Kecamatan moro yang di kenal sekarang ini pada awal nya merupakan sebuah kecamatan sebagai bagian dari wilayah kabupatem karimun kepulauan riau.saat ini kabupatun kepulauan riau terdiri dari 18 kecamatan. Namun demikian , sejak tanggal 12 oktober 1999 masuk bagian wilayah kabupaten karimun. Kecamatan moro yang memiliki pusat kegiatan di moro mencukup kelurahan dan delapan desa,menurut cerita pada awal nya letak kantor camat tidak lah seperti sekarang ini, karena kantor yang ada di kecamatan moro sudah mengalami 3 kali pemindahan lokasi,hal ini di lakukan karena seiring dengan situasi pada masa lalu yang berhubungan dengan mas akekuasaan kerajaan Riau-lingga yang berkedudukan di pulau penyengat. Untuk melihat asal-usul kecamatan moro tidak terlepas dan mas akekuasaan kerajaan sebagai mana tersebut di atas,karena wilayah kecamatan ini adalah bagian dan wilayah nya. Sebelum  mengenal moro,yang di jadi kan pemukiman pertama sekali adalah daerah sulit. Daerah sulit sekarang termasuk desa keban,berbatasan dengan pulau sugi atas. Di katakan daerah sulit karena untuk sampai ke daerah itu biasa nya selalu berhadapan dengan gelombang yang besar dan banyak batu yang terdampar,sehingga apabila musim angin utara banyak pelayaran yang melalui jalur ini sering mengalami kecelakaan laut. Masuk daerah sulit juga tidak mudah karena banyak pulau-pulau yang ada di sekitar nya,sehingga kalau tidak hati-hati atau hapal dengan lokasi daerah ini akan tersesat. Daerah sulit ini lah yang di jadi kan perkampungan dan lahan pertanian oleh keluarga raja pada masa lalu. Setelah daerah sulit berkembang kemudian di bangun lah beberapa kantor seperti kantor camat dan kantor polisi. Sedang kan yang menjadi amir pertama kali adalah raja husin. Beliau adalah anak raja ja’far yang di pertuan muda yang berkedudukan di pulau penyengat.

    PENINGGALAN BERSEJARAH DI MORO
    1.      
     BUKIT PUAKE SEGAYUNG
    Bukit puake segayung pada masa lalu di anggap tempat perkampungan raja-raja yang merupakan keturunan raja ja’far. Semula bukit ini di anggap angker dan tak ada yang berani mengganggu puake (penunggu) bukit yang berwujud ular besar. Di bukit ini juga tumbuh pohon kamboja yang telah berumur lebih 100 tahun,guna menghindar kan ketakutan penduduk,pihak kerajaan di pulau penyengat,memindah kan puake ke batu berlobang. Bukit puake segayung pada saat ini telah berubah menjadi perkampungan penduduk. Sebagai bukti daerah ini punya latar belakang sejarah,di bukit ini terdapat makam pembesar-pembesar kerajaan yang memerintah di moro.
    2.    
       GEREJA KATHOLIK
    Gereja ini merupakan gereja katholik tertua di kabupaten karimun,bahkan di kepulauan riau sebelum pemekaran. Gereja ini di resmikan pendiri nya pada tanggal 3 desember 1928. Pembangunan gereja ini di maksudkan agar umat katholik dapat melaksanakan misa secara bersama,di samping itu mengingat umat katholik pada waktu itu lebih  banyak di moro. Setahun setelah di bangun,berdirilah sekolah katholik di samping gereja tersebut.




    3.       BUKIT JEPUN
    Bukit jepun merupakan sebuah daerah perbukitan,karena bala tentara jepang yang membuka daerah ini,maka di sebut bukit jepun,pada masa pendudukan jepang,perbukitan ini di jadikan benteng pertahanan tentara jepang,setelah jepang menyerah pada sekutu tahun 1945,kemudian orang-orang tionghoa membangun kelenten di sini.

    Sabtu, 04 Maret 2017

                                     sejarah kecamatan moro                                                                                                             SEJARAH SINGKAT KECAMATAN MORO Posted by Wahyudi Poriansyah 09.45, under SEJARAH MORO KARIMUN | No comments KAMPUNG KU Kecamatan Moro yang dikenal sekarang ini pada awalnya merupakan sebuah Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Riau yang terdiri dari 18 Kecamatan namun sejak tanggal 12 Oktober 1999 telah memasuki bagian wilayah Kabupaten Karimun. Kecamatan moro memiliki pusat kegiatan di Moro yang mengcangkup satu Kelurahan dan 8 desa. Menurut cerita pada awalnya letak kantor camat tidaklah seperti saat ini,karena kantor yang berada di Kecamatan Moro sudah mengalami tiga kali pemindahan lokasi. hal ini dilakukan seiring dengan situasi pada masa lalu yang berhubungan dengan masa kekuasaan kerajan Riau-Lingga yang berkedudukan di Pulau Penyengat. untuk melihat asal usul Kecamatan Moro tidak terlepas dari masa kekuasaan kerajaan,karna wilayah kecamatan ini adalah bagian dari wilayahnya. Sebelum orang mengenal daerah Moro, yang dijadikan pemukiman pertama kali adalah daerah Sulit. Daerah Sulit sekarang termasuk dalam Desa Keban, berbatasan dengan Pulau Sugi Atas. Dikatakan daerah Sulit, karena untuk sampai di daerah ini karena selalu berhadapan gelombang yang besar dan banyak batu terdampar, sehingga apabila musim angin utara banyak pelayaran yang melalui jalur ini mengalami kecelakaan dilaut. Masuk di daerah sulit juga tidak mudah karena banyak pulau-pulau yang ada di sekitarnya sehingga kalau tidak hati-hati atau hapal dengan lokasi daerah ini akan tersesat. Daerah Sulit inilah yang dijadikan perkampungan dan lahan pertanian oleh keluarga rajapada masa itu. Setelah derah Sulit berkembang kemudian di bangunlah beberapa kantor seperti Kantor Camat dan Kantor Polisi. Sedangkan yang menjadi Amir pertama kali adalah Raja Husin. Beliau adalah anak dari Raja Ja’far Yang Dipertuan Muda, yang berkedudukan di Pulau Penyengat. Derah Sulit ini juga dijadikan suatu perkampungan pertahanan oleh keluarga raja. Hal ini untuk mengantisipasi keadaan laut kepulauan, dimana sering terjadi perampokan, merampas harta benda kapal-kapal oleh bajak laut atau lanon. Untuk menangkap dan merangkul mereka bukan suatu hal yang mudah, karena pada umumnya mereka selain ganas, memiliki ilmu ketangkasan juga tinggi ilmu kebatinannya.Tidak sedikit orang yang mencoba menaklukan mereka mengalami kegagalan atau tidak dapat kembali dengan selamat. Pada suatu ketika Raja Husin, Amir yang berkuasa pada masa itu dengan anaknya Raja Abdul Rahman mencoba masuk menaklukkan para lanon tersebut dengan berbekal ilmu yang ada. Mereka mendatangi perkampungan lanon., ketiaka itu, ketua lanon sedang menyirat tali dengan peralatan pisau yang sangat tajam. Begitu Raja Husin dan Raja Abdul Rahman memberi salam kepada ketua lanon tersebut ia melempar pisau kearah Raja Husin dan Raja Abdul Rahman. Akan tetapi tidak mengenai mereka dan pisau itu tertancap kebenda yang lain (dinding). Seketika itu juga ketua lanon ini menyembah kepada Raja Husin dan Raja Abdul Rahman dengan menyatakan kekalahannya. Sejak saat itu, ketua lanon dan pengikut-prngikutnya takluk kepada Raja yang berkuasa pada Kerajaan Riau-Lingga, dan orang-orang itu membimbing dalam agama islam serta masuk agama islam. Mereka diberikan berbagai pelajaran yang berhubungan dengan agama islam. Selanjutnya, mereka dilatih dengan ilmu beladiri di istana untuk melengkapi ilmu yang ada dan dijadikan kaki tangan lilin (pengawal Kerajaan). Pada saat itu para lanon mengangkat sumpah setia kepada Raja dengan suatu upacara darah minum darah. Sumpahan itu dilakukan dengan cara membuat nasi kuning setinggi bumbung rumah, dan disediakan satu baskom darah raja, satu baskoim lagi darah lanon, kemudian darah ini dimandikan kepada para lanon dengan sumpah setia kepada raja dan keturunannya dari Kerajaan Riau-Linnga yang berkedudukan di Pulau Penyengat. Keturunan lanon tersebut sampai tujuh keturunan tidak boleh berkecil hati dan tidak boleh melakukan hal-hal yang jahat lagi. Menurut cerita, para lanon tersebut berasal dari kampung ladi. Oleh karena Raja Husin dan Raja Abdul Rahman berhasil menaklukkan lanon, maka beliau berdua mendapat penghargaan dari Kerajaan Riau-Lingga berupa penghargaan bintang bulan. Menurut keturunan dari Raja Husin dan Raja Abdul Rahman, tanda penghargaan itu berada di Tanjung Pinang. Pusat pemerintahan kecamatan didaerah Sulit tidak bertahan lama, karena telah terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkn daerah ini menjadi daerah sumpahan. Menurut pandangan masyarakat dimasa lalu sumpahan Raja adalah makbul, sehingga darah ini sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh penduduknya menuju daerah lain dengan harapan baru, semoga ditempat yang baru mereka dapat mengubah nasibnya Peristiwa ini bermula pada saat Engku Hitam berkuasa didaerah sulit. Engku Hitam memilih seorang Permaisuri yang bijak dan berilmu tinggi. ia juga seorang pengarang. Seperti biasanya para panglima, alim ulama, cerdik pandai selalu berkumpul diistana Engku Hitam. Kedatangan memakai kapal yang pada masa itu disebut sekoci, Tujuan mereka adalah memungut uang kancing (uang kas) dan dikumpulkan secara bersama-sama didaerah sulit. Setelah terkumpul uang tersebut dimasukkan dalam peti besi. Selanjutnya diserahkan ke Pulau Penyengat melalui Tanjungpinag. Pada kesempatan itu para panglima dan cerdik pandai, menunggu hari keberangkatan yang jatuhnya pada hari kamis. Pada hari jum’at peti besi tersebut sudah harus sampai ke Pulau Penyengat. Untuk menunggu sampai semuanya terkumpul dan hari keberangkatan, para panglima dan cerdik pandai, selalu berbual mengenai kepndaian, ketangkasan, keperkasaan mereka masing-masing. Hal itu dilakukan berulang-ulang setiap kali mereka memungut uang kas. Setiap kali pembicaraan itu dimulai, selalu didengar oleh permaisuri Engku Hitam yang menjadi Amir pada masa itu. Pada suatu waktu timbul ide dari permaisuri Engku Hitam untuk menguji para panglima dan cerdik pandai atas kemahiran yang dimiliki mereka. Seperti bisa setiap uang kas terkumpul maka uang tersebut akan dibawa ke sekoci untuk dibawa ke Tanjungpinang. Pada waktu panglima akan mengangkat uang tersebut, tidak dapat terangkat. Dicoba seorang lagi juga tidak bergerak, akhirnya 3,4 orang hingga berpuluh-puluh orang, peti uang kas tersebut tidak bergerak sedikitpun. Padahal biasanya peti uang kas tersebut diangkat oleh pengawal cukup menggunakan sebelah tangan. Melihat kejdaian tersebut membuat hati Engku HItam menjadi gusar, karena yang menjadai pikirannya takut uang tersebut tidak sampai ketujuan pada waktu yang telah dijanjikan. Ia khawatir dianggap tidak disiplin dan lalai dalam menjalankan tugasnya. Akhirnya ia mengerahkan para lanon unktuk membantu mengangkat peti besi tersebut., alhasil peti tersebut tidak juga bergerak. Raja Hitam semakin bingung, bergerak kesana kemari menjadi serba salah, keadaan yang demikian diperhatikan permaisurinya. Waktu seminggu telah berlalu., tepat menjelang 2 hari keberangkatan tepatnya pada hari kamis, permaisuri Engku Hitam menghadap suaminya dan berkata “ hai kanda kenapa gelisah, ade apekah gerangan kande? Engku Hitam mpun menjawab “ hai dinda entahlah beberapa hari ini menjadi risau atas ape yang terjadi, biasenye peti tersebut dengan mudah dapat diangkat, tapi kali ini peti itu tidak dapat diangkat walaupun sudah berpuluh-puluh orang telah mencobenye. Betul kata isterinye? Dalam nada bertanya. “Betul” jawab Engku Hitam. Pada saat itu pula permaisuri beranjak dari tempat duduknya lalu bangun serta menuju ketempat orang yang berusaha mengangkat peti besi tersebut. Setelah kejadian tersebut permaisuri menghadap suaminya dengan berkata “ boleh kande dinde tolong mengangkatnye, kande tak usah risau! Mendengar perkataan permaisuri itu, Engku Hitam menjawab dengan perkataan “ heh! Adinde yang ndak ngangkat, adinde sendirikan orang lemah”, mendengar itu permaisuri lalu berkata, “ belum tau, kakande belukm rau walaupun perempaun ini lemah tetapi tidak mengetahui isi yang lemah mendengar jawaban permaisurinya, ia kembali menepis perkataan permaisurinya dengan nada yang agak tinggi ia berkata “ kalau begitu bukan kande yang jadi Amir yang memerintah negeri ini tetapi adindelah yang buat malu “ langsung ia berjalan menuju jendela,. Setelah beberapa saat, pindah lagi kejendela berikutnya dan akhirnya masuk kamar berbaring diatas peraduanya hendak tidur matanya tidak dapat dipejamkan, karena memikirkan masalah yang belum dapat diatasi. Pemaisuri Engku Hitam selain mempunyai ilmu yang tinggi, ia juga rajin beribadah serta selalu melakukan puasa senin-kamis. Keesokan harinya pada hari jumat tepat jam 11.00 siang Mak Inang mengopek bakek dan pinang untuk permaisuri, pada waktu yang bersamaan permaisuri mengambil air sembahyang, selanjutnya melakukan sembahyang sunat, kemudian mengerjakan sembahyang fardhu dan melakukan sembahyang sunat lagi setelah melakukan sembahyang beberapa kali ia pun mulai duduk bersile lalu ia sasakan (mengusap) kedua tangan kaki dan muka, sirih yang dikopek mak inang diambil dan dikunyah pelan-pelan. Selanjutnya ia menghadap suaminya dan berkata “ampun kande boleh dinde mengangkat peti kas tersebut” dengan bermohon. Selanjutnya suaminya berkata dengan suara seakan-akan marah “ nah cobelah kalau dinde sanggup mengangkatnye, berkali-kali adinde hendak cobe mengangkatnye! Ha-a cobe! Jangan-jangan peti uang kas yang ngangkat adinde. Permaisuri pun membalas perkataan suaminya “tidak kande” lalu ia pun menghampiri peti besi tersebut. Kemudian ia berhenti sejenak dengnan membaca kalimat dan mengusap tangan dan kakinya, akhirnya peti besi yang berisi uang kas tersebut dapat diangkat dengan menggunakan empat jari tangannya. Lalu ia sendiri membawa ke sekoci dengan mengarungi air dipantai. Pada waktu itu ia akan membawa peti besi itu para dayang mau membantu tetapi ditolaknya. Setelah peti besi berada di sekoci ia pun kembali turun dari atas sekoci dan langsung menghadap suaminyadangan berkata “ silahkan kande berangkat , mudah- mudahan selamat pergi dan selamat kembali ”. Atas kejadian tersebut para pembesar negri dan panglima merasa kagum dengan berkomentar perempuan ini adalah orang berilmu. Engku Hitam setelah kembali mengantar uang kas, keadaannya masih seperti biasa gelisah siang dan malam, bak kata pepatah makan tak sekenyang tidur tak lena, karena masih ada beban pikiran yang mengganjal selama beberapa hari ini. Sebentar-sebentar ia melamun di jendela dan kadang kala ia berbaring di tempat peraduannya. Keadaan yang demikian dirasakan oleh Permaisurinya sebagai orang yang dekat dengan suami. Pada suatu waktu ketika Engku Hitam sedang berbaring ditempat tidur, dengan rasa penesaran, Permaisurinya menghadap beliau lalu berkata “kenape kekande? Dinde perhatikan kekande selalu gelisah biasenya tidak seperti ini, ade apekah kande?, ade jawab suaminya. Lalu Engku Hitam menyuruh Permaisurinya duduk dan melanjutkan pembicaraannya lagi “kekande hendak bertanye kepade adinde! Kenape dinde mau sekali memberi malu kande! Mendengar pertanyaan Engku Hitam, Permaisuri menjadi kurang senang dan terkejut karma ia tidak menyangka bahwa suaminya akan berkata begitu dan selanjunya ia memberi alasan “mohon ampun menjunjung dibawah duli, adinde tidak berniat memberi malu kande, cume dinde merase kurang sedap atas pembicaraan panglime dan pembesar kerajaan yang selalu bangga dengan kemampuannya masing-masing seperti mengenai kegagahannya? Keberanian, kekuasaan yang mereka miliki seharusnya mereka tahu dimana letak kegagahan, keberanian dan kepintaran tersebut. Pada saat Permaisuri bercerita di sela oleh Engki Hitam dengan berkata “jadi maksud dinde?” maksud dinde ade sebabnye “ suaminye pun berkate lagi! “jadi dinde sebenarnye menderhake memberi malu kakande” sepantasnye dindelah yang menjadi raje atau suami” dengan intonasi kata yang agak meninggi ia menutup perkataan kepada Permaisurinya. Beberapa hari kemudian tampa diduga-duga Engku Hitam memenggil Permaisurinya dihalaman Istana. Pada saat itu hadir pula rakyatnya ditempat tersebut. Seperti biasa disalah satu sudut halaman Istana para dayang sedang mengayaman tikar dengan memakai sebuah peralatan besi yang panjang. Begitu permaisurinya datang di sambut perkataan oleh Engku Hitam “ adinde kalau memang adinde kuat dapat mengalahkan raje dan panglime, cube adinde terai ( sambil memegang sebatang besi yang di ambil dari dayang penganyam tikar ) besi ini bengkok cube adinde bengkokkan “ mendengar perkataan yang demikian Permaisurinya menjadi terkejut dan heran. Lalu iapun berkata “eh..eh maksud kande menguji atau menyuruh sungguh-sungguh ? dengan nada bertanya betul jawab suaminya “ kande hendak melihat kegagahan maupun kebijakan adinde “ tanpa berkomentar permaisuri mengambil besi yang di ambil permaisurinya. Selanjutnya, besi itu diusut-usut. Sampai usutan yang ketiga kali besi itu langsung dilengkungakan dan menjadi bengkok menjadi lingkaran. Selanjutnya istrinya berkata “ besi ini sudah bengkok, sekarang maksud kande ape lagi” dengan suara yang agak menantang tatapi dikalukan sambil bergurau. Hal itu dilakukan karna ia tidak mau diremehkan kemampuannya. Lalu suaminya pun menjawab “ sekarang kakande mintak ini barang diluruskan lagi “sambil menunjuk besi tadi. Dengan tidak memakan waktu, besi yang berada di tangan Permaisurinya di tawa ( mantra ) lalu disusut menurut lingkaran setelah itu habislah besi itu ditarik memanjang dan luruslah besi itu seperti semula. Pada tahap ini Permaisuri Engku Hitam telah memenuhi permintaan suaminya, namun Engku Hitam masih penasaran atas kemampuan permaisurinya yang tak sisangka-sangka memiliki ilmu tinggi. Untuk itu diadakan pertandingan yang kedua dengan berkata “ kita adakan pertandingan yang dilakukan adu tenaga melalui kekuatan tangan yang di sebut semance, pada pertandingan itu pun Engku Hitam menjerit kesakitan. Tangan seorang raja yang perkasa terpekik pada saat berhadapan dengan tangan permaisurinya yang lembut bak pisau yang diraut. Namun demikian, pemaisurinya langsung mengatur sembah di bawah duli “Ampun Kande dinde minta maaf atas ape yang terjadi”. Engku Hitam menjadi lebih tidak puas hati atas kekalahan dirinya, kali ini ia mau melihat ketangkasan pemaisurinya dalam bermain senjate, yaitu bersilat di halaman dengan menggunakan Keris Sampurna Riau. Nemun pemaisuri kembali bertanya karena ia ragu apakah suaminya berkata benar atau hanya bergurau saja, namun dalam keraguan ini suaminya memberi keyakinan bahwa pertandingan ini adalah sungguh-sungguh. Tak lama kemudian mereka suami istri mengeluarkan kemampuan masing-masing bersilat dihalaman istana. Melihat keduanya bukan orang sembarangan karena mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu bela diri tingkat tinggi. Pada suatu saat dalam pertempuran ini Engku Hitam membisu sejenak dan berfikir jangan kan panglima raja juga kalah,lalu iapun berkata “ini ilmu tidak boleh diturunkan kepade anak cucu,mungkin – mungkin ianye mendurhake” dengan berkata demikian maka usailah pertandingan yang berlaku di halaman kerajaan sulit.Lebih kurang sebulan stelah kejadian tersebut,Engku Hitam berkata kepade permaisurinya “Adinde mungkin pulau sulit ini akan Kakande tinggal,pulau ini nantinye menjadi hutan menjadi rimbelah ditinggalkan penghuninya. Menurut cerita,Engku Hitam meninggalkan daerah sebelum habismasa jabatannya sebagai amir di daerah ini.Ia pergi ke Tokyo dan meninggal di sana.Sebelum ia meninggalkan daerah ini ia melemparsebuah keris di Gunung sulit di sebuah kolam yang berombak.Pada waktu ia melempar keris ia pun berkata “Siape yang dapat mengangkat kembali keris inidari kolam maka sejarah sulit akan terulang kembali”. Hingga sekarang bekas dan tapak kerajaan sulit masih dapat di lihat di sana,seperti pantai diman permaisuri Engku Hitam mengangkat peti besi yang di masukkan ke dalam sekoci,tapak bekas istana raja serta busut bekas tiang bendera. Setelah terjadi peristiwa tersebut,daerah sedikit demi sedikit di tinggalkan penduduknya.Selanjutnya,dibukalah orang sebuah hutan yang terletak di Pulau Sebene(Moro).Pulau Sebene dibuka untuk dijadikan sebuah perkampungan olehseorang ulama,tepatnya di bukit segayang.Akan tetapi,belum sempatdi buka,ulama tersebut telah meninggal dunia.Begitu juga dengan ulama kedua,ketiga,dan seterusnya hingga tujuh ulama yang hendak membuka hutan disini mengalami nasib yang sama.Menjelang tujuh hari umumnya mereka meninggal dunia (menurut cerita,di bukit segayang ade puake yang berbentuk ular besarhidupnya sudahratusan tahun). Alkisah RajaHusin mencoba memberanikan diri mendekati daerah tersebut dengan tujuan yang sama.Sebelum menebas hutan,Raja Husin melakukan sembahyang dan puasa yang khusus diniatnya,kemudian diadakan bersih kampung dengan peralatan seperti bedak,lange,kasai limaudi tempat tersebut. Selanjutnya, barulah ia dapat berhubungan dengan penunggu bukit segayang.Bahasa yang di gunakan pada dialok tersebut adalah bahasa arab.Dalam percakapan tersebut RajaHusin mohon izin untuk memindahkan penunggu yang berada di wilayahitu, karena daerah ini akan dijadikan sebuah perkampungan. Penunggu tersebut setuju tetapi dengan sarat diadakan Upacara Menyemah dengan mengorbankan kepala budak. Setelah semua syarat dilakukan maka dipindahkanlah penunggu bukit tersebut di sebuah pulau yang disebut Batu Berlobang. Setelah dilakukan berbagai upacara yang dimaksud maka mulailah Bukit Segoyang dibersikan untuk dijadikan perkampungan. Bedasarkan syarat yang diminta, akhirnya Raja Husin berpikir, apabila upacara Penyemah dilaksanakan setiap tahun dengan mengorbankan kepala budak, bagaimana dengan keturunannya. Kelak ia pasti dianggap sebagai penjahat. ( penebok ). Akhirnya ia mengadakan negosiasi dengan penunggutersebut agar syarat yang diwajibkan diganti dengan syarat yang lebih ringan. Penunggu tersebut setuju tetapi ia mengganti Kepala Budak dengan lembu purtih. Sejak saat itu, tiap tahun dikorbankanlah lembu putih. Lembu tersebut disembelih dengan cara agama Islam. Kepalany untuk disemah sedangkan dagingnya digunakan untuk kenduri dan dibagi-bagikan dengan rakyatnya. Setelah 7 tahun berturut-turut mngadakan upacara menyemah, akhirnya Raja Husin berpikir lagi tentang keadaan anak cucu cicitnya kelak. Mereka tidak mungkin semudah dirinya untuk mendapatkan seekor lembu putih setiap tahunnya, akhirnya di adakan dialog kembali dan syaratnya diganti dengan kembing putih. Setelah tujuh tahun kemudian syarat tersenutpun giganti dengan ayam putih yaitu setelah permohonan Raja Husin dipenuhi, dengan alasan yang sama. Pada akhirnya, ayam putih itupun diganti dengan ayam biasa. Sampai sekarang keturunan dari Raja Husin yang berada dimoro melakukan semah dibukit segayung dengan menggunakan syarat berupa ayam biasa. Begitulah awal cerita pertama dibukanya perkampungan dipulau sebene ini. Tak lama kemudian, kampong ini menjadi ramai dan dibangunlah beberapa buah kantor sebagai pusat ibu kota kecamtan. Kantor camat dibangun tepat dipohon kamboja. Menurut informan, pohon kamboja itu tidak mati walau sudah hidup puluhan tahun lamanya, sedangkan daerah seroja adalah bekas kantor polisi akhirnya daerah ini semakin hari semakin banyak penduduk yang menetap disini dan berkembang pesat. Lalu terbentuklah kampong-kampung yang baru seperti kampong bedan. Dikatakan kampong bedan karena dulu didaerah ini ada tinggal beberapa orang kampong. Selanjutnya kampong suak ( kampong tengah sekarang ) kampong benteng dahulu pernah terjadi benturan antara orang OTCH dengan orang melayu. Dalam perbenturan itu yang dapat menenangkan adalah mereka yang tinggal didaerah benteng oleh sebab itu di sebut kampong benteng. Selanjunya kampong batu ampar dikatakan batu ampar karena daerah ini banyak batu-batu yang besar yang terdampar dan berserakan. Berikutnya kampong ujung mukah dikatakan karna kampugn inilah yang paling ujung. Setelah penduduknya semakin berkembang maka kantor camat yang terletak diatas bukit segayong tidak sesuai lagi dengan perkembangan dikota sehingga dipindahkan di kampong tengah. Yang menjadi pusat pemerintahan kecamatan moro sudah mengalami tiga kali perpindahan lokasi. Dahulu aerah moro disebut pulau sebene namun ada yang menyebut menene. Sejak kapan disebut moro, sebelum dapat diketahui secara pasti. Akan tetapi, yang jelas nama moro itu berasal dari sebuah pulau yang terletak didepan pulau sebene yaitu pulau yang disebut dengan pulau moro. Menurut cerita Pulau Moro dan Pulau Sebene pada masa lalu adalah satu tanah pada saat air surut orang dapat berjalan kaki menuju pulau-pulau tersebut. Suatu ketika kedua pulau ini retak sehingga membelah menjadi dua. pada awalnya jaraknya cuma sejengkal kemudian menjadi sehaste yang selanjunya bertambah besar dan hanyut sehingga menjadi bertambah jauh lautnyapun bertambah dalam. Kini antara kedua pulau tersebut dapat dilalui kapal yang berukuran besar seperti peri dan kapal yang lainnya yang sesuai dengan tujuan. Alas nama pulau moro terjadi karena suatu peristiwa pada masa Kerajaan Malaka, dikerajaan ini menghadaplah putra mahkota kepada ayah bundanya untuk mengunjungi sanak famili dan sahabat-sahabat yang berada didaerah Indaragiri. Setelah mendapat izin dari raja, beberapa waktu kemudian putra mahkota mempersiapkan segala kebutuhannya. Selanjutnya, berangkatlah anak raja dengan hulu baling atau tentara kerajaan menuju Indragiri. Selama masa pelayaran, meraka melewati antara selat malaka dan selat karimun. Suatu hari, kapal mereka telah kehabisan air. Atas permintaan putra mahkota kapal tersebut berhenti dan berlabuh antara Pulau Perisai Terumbu Laut ( berada diwilayah kecamatan moro ) untuk mencari air sebagai persediaan dikapal. Pada mulanya, putra mahkota hendak pergi sendiri mencari air, namun niat ini diurungkan karena hulu baling masih mampu untuk mencari air. Maka, turunlah hulu baling ke daratan. Hulu balang yang pertama pergi adalah hulu balang Salim. Setelah berupaya mencari tempat, namun tidak juga dijumpai sumber air untuk di ambil airnya. Akhirnya Salim menghadap putra mahkota bahwa di daerah tersebut tidak ada sumber air. Kemudian tugas ini digantikan hulu baling saher, dengan tujuan yang sama yaitu pergi Kepulau Selintas Harus Tengah. Namun nasib belum berpihak kepada mereka karena tempat sumber air belum juga ditemukan. Setelah keduanya tidak menemukan tempat sumber air, kali ini putra mahkota dan kedua hulu balang tadi pergi turun bersama-sama dengan tujuan lokasi yang berbeda yaitu kepulauan selintang arus darat ( di pulau moro ) walaupun mereka turun bersama, sesampai pulau tersebut mereka mencari secara berpencar. Tak lama kemudian dari arah tanjung pulau itu, berlari-lari hulu balang saher kearah putra mahkota, dengan raut muka yang pucat pasi dengan gemetar serta berkata tersendat-sendat seperti orang bisu, hanya kata yang dapat di dengar “tu – tunku – kita – me – meroh “ kemidian putra mahkota untuk menenangkan dengan berkata “ade ape saher diam dulu jangan tergopoh hendak bercakap, engkau ini macam orang bisu aje.” Setelah putra mahkota menasehati, barulah saher dapat berkata denganb agak tenang, rupa-rupanya saher telah menemukan harta yang banyak dalam tempangan yang berupa emas berlian. Kemudian putra mahkota dan kedua hulu balang pergi melihat dan mengambil harta tersebut. Karena senangnya putra mahkota mendapat harta tersebut maka ia maengambilnya serta berkata “ kita meroh – kita meroh” berulang kali. Setelah semuanya dibawa kekapal, mereka beristirahat untuk melepaskan lelah sejenak. Selanjutnya, putra mahkota bersama hulu balang saher turun kembali kepulau itu untuk mencari air. Dalam perjalanan kali ini rombongan tersebut berjumpa dengan penduduk pulau tersebut dan akhirnya mereka berkunjung kerumah Bathen Kader. Kepada bathen tersebut putra mehkota menceritakan apa yang dialami selama merka mencari air sampai berjumpa harta yang banyak. Selanjutnya, putra mahkota berpesan kepada bathen tersebut agar nama pulau ini diganti dengan nama pulau meroh. Sedangkan tanjung tempat dijumpai harta tersebut dinamanakan tanjung bisu daerah yang bernama selintang arus laut dan selintang arus tengah diganti namanya menjadi tanjung salim dan tanjung saher. Oleh karna mereka yang pertama kali meminjak kaki menginjakkan kaki di daerah itu. Setelah berpesan begitu, putra mahkota beserta rombongan kembali kekapal. Selebum bernagkat putra mahkota melemparkan perisainya ( mahkota ) di laut sebagai hadiah pada pulau tempat dijumpai harta tersebut. Selanjutnya, ia kembali kemalaka dan tidak jadi berangkat ketujuan semula karna dihawatirkan akan dihadang para lanon yang berkeliaran didaerah itu. Amazing Offers: